
"Hari ini aku menemukan kenyataan yang tak kuinginkan. Ini akan menjelaskan maksudku," tambahmu lagi. Lalu kau menyodorkan selembar foto dan sebuah diary biru. Aku mengerutkan kening menerimanya.
"Ada orang lain yang lebih mencintaimu, Kakakku," katamu kemudian. Aku terhenyak. Kutangkap perih yang teramat dalam kalimatmu. Lalu kita sama terdiam dalam kebisuan yang tak nyaman. Angin menggugurkan daun-daun ansana di atas kepala mengiringi kepergianmu pada detik berikutnya.
Lembar 1
Jatuh cinta adalah satu keniscayaan. Bahkan di antara ketidakmungkinan yang selama ini kubangun. Sungguh cinta adalah satu keniscayaan. Ternyata orang yang sekarat masih bisa jatuh cinta.
Lembar 2
Dia berkunjung ke rumah. Membawakan buah. Bahkan ia mengupaskan apel untukku. Setelah sekian tahun mengutuk sakit ini, hari ini aku bersyukur karenanya. Ya, karena sakit ini ia sering berkunjung ke rumah.
Lembar 3
Kupikir wanita dengan kanker sepertiku bukanlah wanita yang sempurna. Karena organ tubuh penting sebagai identitasnya telah hilang. Namun dia meyakinkan tidaklah demikian. Selamanya aku tetap wanita, meski kanker membuatku kehilangan keduanya. Aku terharu..
Lembar 4
Tadi ia menemaniku di taman rumah sakit. Pesannya aku harus tetap bersemangat dan berkeyakinan untuk sembuh. Entah mengapa, aku kembali menemukan alasan untuk hidup dan bertahan.
Lembar 5
Aku tidak boleh terus mencintainya...
Lembar 6
Seupaya apa pun aku mencegah, rasa itu tetap buncah. Nelangsa aku karena cinta yang tak seharusnya. Enyahlah rasa! Atau mari kupeluk dan mati bersama. Aku tersiksa berpura-pura ini dan itu untuk menghindari kunjungannya. Kendati aku sangat ingin ia datang. Tapi aku harus menghindar.
Lembar 7
Sementara detak jantung mulai terbata Hati justru kian fasih merapal namanya. Berulang, Mengiba dalam rindu kian menikam Ravindra... Aku terhenti di lembar ketujuh.
Menatap jejak-jejak air mata yang mengering. Aku hanya mampu terdiam dengan perasaan yang entah apa. Hatiku mencintai Laisa, namun Langen..? Ah, hatiku berada di persimpangan. Aku ingin menjadi sesuatu yang selalu bisa kau sentuh... Suara Once Mekel-nada khusus untuk nomor Laisa-mengalun. Aku mengeluarkan handphone dari saku jaket.
"Hallo, Sa..."
"Kak Langen drop," suara di seberang terisak, "Kak Langen berkali-kali mengigau. Menyebut namamu," Aku tak tahu bagaimana perasaan Laisa ketika mengucapkan kalimat tadi.
"Iya, aku ke rumah sakit sekarang." Hening. Laisa tak menjawab.
"Maafkan aku, Laisa, aku mencintaimu, sangat," bisikku. Lalu menutup telpon dan segera masuk ke dalam mobil.
Langit yang mendung sedari tadi akhirnya menumpahkan hujan. Aku berhati-hati memacu mobil memasuki kawasan South Link. Di tempat ini rawan kece... Ciiiittttt... Brakkkkkkkk... Brakkkkkkkk... Ciiiit Brakkkkkkkk.... Aku kaget. Mobilku dihantam dari belakang, menabrak depan, dan terguling ke bahu jalan. Berkali-kali. Upaya menginjak rem tak menghentikan apa yang terjadi. Brakkk brakkkk.... Aku terlempar. Perih. Basah. Sakit. Remuk. Dan gelap
wah.. keren artikelnya.. bisa dikunjungi juga di blog saya aderizkytriprasojo.blogspot.com/2014/03/alfamart-official-partner-merchandise-fifa-piala-dunia-brazil-2014.html
Josss